Sikap menghina atau menistakan adalah sifat para musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadi watak orang kafir dan munafiqin. Karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskannya secara jelas kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan para Sahabatnya dalam banyak ayat dan peristiwa.
Di jaman Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, pernah terjadi dalam peristiwa perang Tabuk, kaum munafikin menghina para Sahabat Radhiyallahu anhum.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagai seorang yang paling sayang kepada manusia waktu itu tidak memaafkan dan tidak menerima uzur para penghina tersebut, bahkan tidak melihat alasan mereka sama sekali yang mengaku melakukannya sekedar bermain dan bercanda.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam membacakan wahyu beruoa Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Baca Juga:Tegas! Ustaz Faizar Kecam Aksi Gus Samsudin: Anda Telah Mencoreng Islam
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”. (QS. At Taubah: 66)
Dari ayat diatas, para Ulama memasukkan perbuatan menghina Allah Subhanahu wa Ta’ala, ayat suci dan Rasul-Nya dalam pembatal keimanan.
Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa menghina Allah Subhanahu wa Ta’ala, ayat suci dan Rasul-Nya adalah perbuatan kekafiran yang membuat pelakunya kafir setelah iman. (Al Fatawa: 7/273)
Bagi seorang Muslim yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat, menunaikan kewajiban-kewajiban Islam dan menyakininya secara lahir batin bisa menjadi kafir setelah memeluk Islam dan murtad, apabila melanggar pembatal Islam, baik yang berbentuk perkataan, maupun perbuatan, seperti menistakan agama Islam.(*)
Baca Juga:Susah Punya Anak, Bolehkah Dengan Donor Sperma Menurut Islam?